Kalau
kita mendengar kata Pantura, kebanyakan dari kita akan berpikir tentang jalan
raya Pantura yang setiap menjelang Lebaran selalu diliput media massa, untuk
dikabarkan kepadatan lalulintasnya yang digunakan banyak masyarakat untuk
mudik. Padahal jika kita melihat ke pantai utara jawa yang sebenarnya, kita
bisa mengeksplorasi lebih jauh apa saja tempat-tempat wisata menarik yang bisa
dikunjungi, salah satunya di kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Tepatnya di dusun
Pandansari, desa Kaliwlingi, kecamatan Brebes. Penulis yang tergabung bersama
teman-teman tim KKN (Kuliah Kerja Nyata) UGM pada Juni-Agustus 2016 lalu telah
meng-eksplore tempat ini. Selain melaksanakan program pemberdayaan kepada
masyarakat, penulis bersama tim KKN UGM ternyata disuguhkan dengan pesona dan potensi
wisata yang sangat besar dan harus segera dikembangkan lebih lanjut.
Gerbang masuk kawasan konservasi dan wisata mangrove |
Apa sih yang sebenarnya ada di dusun Pandansari?
Ya, disini ada kawasan konservasi mangrove yang memiliki luas sekitar 946 ha.
Didalamnya terdapat kawasan ekowisata mangrove dengan luas sekitar 106,9 ha yang
sedang dibangun tracking mangrove untuk menikmati kawasan ini. Kedua kawasan
ini merupakan satu kesatuan, kawasan konservasi yang pada awalnya digagas untuk
menyelamatkan lingkungan dari abrasi, kemudian mulai dikembangkan lagi untuk
dijadikan objek wisata, tentu dengan tidak meninggalkan tujuan utamanya yakni
memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Kawasan wisata tracking mangrove ini terbilang
masih baru dan sedang dalam proses pegerjaan yang dimulai dari bulan Juni 2016
dan ditargetkan selesai pada Desember 2016. Dana yang dikucurkan untuk proyek
ini pun cukup besar hampir menyentuh angka 2 miliar rupiah, dengan pendanaan
dari pemerintah kabupaten Brebes. Pembangunan tracking mangrove merupakan
fasilitas utama yang sedang dibangun dengan target panjang mencapai 1
kilometer. Selain itu juga akan dibangun mushola dan tempat peristirahatan di
sekitaran kawasan tracking.
Meskipun pembangunan kawasan wisata mangrove ini
sedang berlangsung, sudah banyak wisatawan yang berdatangan untuk melihat
kawasan konservasi mangrove ini. Ketika masa libur Lebaran Idul Fitri tahun
2016 lalu total pengunjung mencapai angka 800 orang perharinya. Untuk hari-hari
biasa angka pengunjung memang hanya dikisaran 40-50 orang, dan sekitar 100-200
orang diakhir pekan. Tentu ini angka yang cukup besar untuk kawasan wisata yang
baru saja dirintis bahkan sedang dalam proses pembangunan. Kita tentu perlu
optimis bahwa angka ini akan terus bertambah ketika pembangunan kawasan wisata
ini rampung dikerjakan.
Perjalanan menuju kawasan konservasi dan wisata
mangrove ini sekitar 30 menit dari kota Brebes. Kita bisa menggunakan sepeda
motor, mobil, ataupun bus untuk sampai di kawasan ini. Memasuki desa
kaliwlingi, disepanajang perjalanan kita akan bisa melihat perkampungan warga,
tambak garam, tambak ikan, perahu milik para nelayan yang bersandar di
pinggiran anak sungai yang menuju ke laut, dan persawahan yang membentang cukup
luas. Sejauh mata memangdang, keindahan alam dan suasana desa di wilayah
pesisirlah yang kita dapati. Dan untuk sampai ke tracking mangrove kita harus
menaiki perahu karena lokasinya berada di laut yang dulunya adalah bekas tambak
warga yang tenggelam akibat abrasi.
Selama perjalanan menuju ke tracking mangrove kita akan melewati bekas-bekas tambak warga yang kini telah menjadi lautan, selain itu juga kita akan disuguhi pemandangan konservasi mangrove yang hijau dan luas serta memanjakan mata. Berada di tracking mangrove, kita dapat menikmati perjalanan di dalam hutan mangrove, mengenal berbagai jenis tanaman mangrove, dan menikmati segarnya suasa hutan mangrove. Untuk dapat menikmati semua itu, kita hanya dikenakan biaya sebesar Rp. 15.000 per orang. Tentu saja ini biaya yang terbilang murah untuk mendapatkan fasilitas perjalanan menggunakan perahu menuju dan kembali dari tracking mangrove dengan durasi perjalanan sekitar 30 menit dan ditambah dengan menikmati kawasan konservasi di tracking mangrove.
Selama perjalanan menuju ke tracking mangrove kita akan melewati bekas-bekas tambak warga yang kini telah menjadi lautan, selain itu juga kita akan disuguhi pemandangan konservasi mangrove yang hijau dan luas serta memanjakan mata. Berada di tracking mangrove, kita dapat menikmati perjalanan di dalam hutan mangrove, mengenal berbagai jenis tanaman mangrove, dan menikmati segarnya suasa hutan mangrove. Untuk dapat menikmati semua itu, kita hanya dikenakan biaya sebesar Rp. 15.000 per orang. Tentu saja ini biaya yang terbilang murah untuk mendapatkan fasilitas perjalanan menggunakan perahu menuju dan kembali dari tracking mangrove dengan durasi perjalanan sekitar 30 menit dan ditambah dengan menikmati kawasan konservasi di tracking mangrove.
Kurang murah apa lagi coba?
Ada satu lagi yang menarik dari kawasan ini, apa
itu? Pulau pasir. Pulau pasir merupakan hamparan pulau kecil yang letaknya
tidak jauh dari kawasan konservasi ini, berjarak sekitar 1,5 km ke arah laut.
Tidak setiap saat kita bisa menikmati pulau pasir ini. karena hanya pada
saat-saat tertentu saja pulau pasir ini muncul. Ini terjadi karena pasang air
laut yang meneggelamkan pulau pasir tersebut. sehingga pada tanggal-tanggal
tertentu saja pulau pasir ini muncul dan bisa disinggahi oleh wisatawan. Dan
pastinya tidak ada tambahan biaya lagi untuk bisa menikmatinya. Hanya soal
keberuntungan saja apakah pulau pasir tersebut sedang muncul di permukaan atau
tenggelam oleh air laut.
Pulau pasir, sayangnya waktu itu masih tenggelam |
Jika kita berkunjung ke kawasan konservasi dan
wisata mangrove pada sore menjelang senja, pemandangan sunset menjadi hal yang
wajib untuk dinikmati, dan jangan sampai terlewatkan momen tersebut. Keindahan
sunset bisa dinikmati hampir disetiap titik di dusun Pandansari, baik di
kawasan mangrove, disekitaran tambak warga, bahkan di pinggir jalan pun kita
bisa menikmati sunset. Semua titik tempat di dusun Pandansari menjadi sangat
romantis untuk bisa menikmati sunset di senja hari.
Ya, ini
memang berdasarkan pengalaman penulis bersama teman-teman tim KKN UGM selama
mengabdi di dusun Pandansari, hampir setiap sore hari menikmati keindahan
tenggelamnya matahari ke peraduannya. Sungguh indah, menawan, romantis (bagi
yang sudah memiliki teman hidup), dan membuat kita bersyukur pada ciptaan Tuhan
yang begitu indah. Cukuplah untuk mengobati rasa lelah setelah seharian
beraktivitas bersama warga.
Apa potensi yang bisa dikembangkan
lagi?
Ada
satu pengalaman menarik yang sudah penulis rasakan bersama dengan tim KKN PPM
UGM di kawasan konservasi ini, dan kiranya bisa dikembangkan menjadi salah satu
kegiatan wisata minat khusus. Kegiatan itu adalah penanaman bibit mangrove (baby
mangrove) yang dirasakan sangat menarik dan memberikan tantangan. Untuk bisa
menanam bibit mangrove kita harus turun ke pinggiran laut, berbasah-basah ria,
dan menanam bibit mangrove di dalam genangan air. Kegiatan ini juga bisa
dijadikan salah satu bentuk edukasi bagi wisatawan tentang bagaimana proses penanaman
dan perawatan mangrove yang sedikit berbeda dengan tanaman-tanaman yang biasa
ditanam di daratan.
Dalam penanaman bibit mangrove ini nanti akan dipandu oleh warga yang sudah ahli dalam penanaman mangrove ataupun para penggiat lingkungan yang ada di kawasan konservasi ini. sehingga akan banyak cerita, informasi yang bisa didapatkan oleh wisatawan. Kebetulan waktu itu penulis bersama teman-teman tim KKN UGM dipandu oleh Bapak Mashadi yang sudah sangat lama mengabdikan dirinya untuk kegiatan penyelamatan lingkungan di kawasan konservasi mangrove, beliau juga telah mendapatkan penghargaan Kalpataru pata tahun 2015 lalu.
Dalam penanaman bibit mangrove ini nanti akan dipandu oleh warga yang sudah ahli dalam penanaman mangrove ataupun para penggiat lingkungan yang ada di kawasan konservasi ini. sehingga akan banyak cerita, informasi yang bisa didapatkan oleh wisatawan. Kebetulan waktu itu penulis bersama teman-teman tim KKN UGM dipandu oleh Bapak Mashadi yang sudah sangat lama mengabdikan dirinya untuk kegiatan penyelamatan lingkungan di kawasan konservasi mangrove, beliau juga telah mendapatkan penghargaan Kalpataru pata tahun 2015 lalu.
persiapan penanaman bibit mangrove |
proses penanaman bibit mangrove bersama tim KKN UGM |
Untuk mengengemas potensi wisata minat khusus ini memang butuh banyak aspek yang perlu disiapkan. Kesiapan insfrastruktur dan sumber daya manusia yang akan memandu para wisatawan perlu untuk diperhatikan. Jika wisata minat khusus ini berhasil diwujudkan dan dikemas sedemikian rupa, tentu penulis optimis bahwa ini akan mengundang banyak wisatawan baik dari dalam negeri, maupun mancanegara.
Kenapa mancanegara? Karena kawasan konservasi mangrove di dusun Pandansari ini sudah banyak dikunjungi oleh para peneliti dari luar negeri. Setelah mereka kembali ke naegaranya, tentu akan membagikan informasi dan pengalamannya kepada orang-orang disekitarnya. Dan salah satu karakteristik wisatawan dari mancanegara yang ingin berkunjung ke Indonesia adalah mereka ingin mencoba hal-hal baru dan menantang untuk dilakukan. Hal ini tentu akan lebih mengundang banyak wisatawan dari mancanegara jika memang wisata minat khusus berupa kegiatan penanaman bibit mangrove yang ditawarkan tadi bisa terwujud. Karena dalam penanaman bibit mangrove ini ada aspek wisata pendidikan juga wisata untuk kegiatan pelestarian yang sangat menarik untuk dilakukan.
Jadi, tunggu apalagi? Ayo segera selesaikan kewajiban tugas dan pekerjaanmu, tentukan waktu yang tepat, dan datanglah ke kawasan konservasi dan wisata mangrove di dusun Pandansari, Kaliwlingi, Brebes. Nikmati pesona wisata di Jawa Tengah!!!!!!!
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar