Saya adalah seorang yang sangat nasionalis. Saya sangat
mencintai negeri ini. saya adalah seorang radikal, saya mencintai negeri ini
secara radikal. Kalau dibelah dada saya mungkin bisa ditemukan tulisan NKRI –
setelah Allah dan Rasul,Ayah dan Bunda,
dan tentunya Ukhti Sholihah. Ehalah…. Kurang cinta apa lagi coba saya terhadap
negeri ini ?
Saya sangat hapal lagu kebangsaan Indonesia Raya. jiwa dan
raga ini selalu bergetar jika lagu kebangsaan tersebut dinyanyikan pada upacara,
dan acara-acara resmi yang mengawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan. Baru setelah
itu ada hymne Gadjah Mada yang selalu membuat jiwa ini bangga dan bergelora,
tapi ini penilaian subjektif dari saya. Tapi saya pastikan bahwa setiap anak
manusia di negeri ini pasti bergetar jiwanya jika menyanyikan lagu Indonesia
Raya.
Saya akhir-akhir ini agak sedikit religius – bukannya mau
riya ya, jadi saya usahakan sholat subuh tepat pada waktunya. Dulu sih sholat
subuh ya kalau sudah ada sinar matahari yang menyelinap masuk ke kamar kos
lewat kaca jendela dan menyilaukan mata yang masih berat untuk terbuka. selain fadhilah
sholat subuh yang sangat besar jika dikerjakan tepat waktu dan berjamaah,
manfaat lain saya juga bisa ikut menyanyikan atau paling tidak mendengarkan
lagu kebanggaan saya dikumandangkan di seluruh stasiun televisi nasional di
negeri ini di pagi hari setelah waktu subuh. Ya, lagu itu adalah Indonesia
Raya.
Tapi beberapa kurun waktu belakangan, ada yang mengusik rasa
nasionalisme saya. Saya khawatir lagu Indonesia Raya kebanggaan seluruh rakyat
Indonesia ini mulai ada pesaingnya yang mengisi kognisi rakyat Indonesia. Ada satu
lagu yang saat ini mulai sedikit banyak dihapal orang. Terutama generasi muda,
lebih-lebih para adik-adik yang lucu, yang masih berada di bangku sekolah. Lagu
apa itu? dialah Mars Perindo. Sebuah lagu yang saya kira cukup easy listening. Lagu ini adalah semacam
kampanye dari partai Perindo. Bukan dalam rangka pemilu, tapi ini adalah
kampanye jangka panjang, yang bertujuan mengenalkan dan membangun image partai. Saya takut kalau-kalau
nanti lagu ini lebih dihapal, lebih merasuk ke jiwa, lebih mendarah daging, dan
akhirnya menyaingi atau bahkan menggeser kemapanan lagu Indonesia Raya.
Kekhawatiran ini bukan tanpa sebab. Ada beberapa hal yang
membuat kekhawatiran ini menjadi muncul dan membuat resah rasa nasionalisme
saya. Pertama, lagu ini setiap hari
dikumandangkan di stasiun televisi milik MNC group, kita tahu ini adalah media
milik Hary Tanusudibyo, sang pendiri partai, sekaligus pemeran utama dalam
tayangan Mars pelindo. Kedua, lagu
ini ditayangkan pada jam-jam dimana orang pasti menyaksikan televisi, yakni setelah
subuh, siang hari ketika beristirahat sejenak dari aktivitas pekerjaan, dan
sore atau malam hari ketika orang telah lelah beraktivitas. Itulah waktu yang
saya kira sangat krusial. Dan saya sudah menyaksikan diketiga waktu itu. coba
bandingkan dengan intensitas kita mendengarkan dan menyanyikan lagu Indonesia
Raya. mungkin hanya sekali seminggu ketika upacara bendera. Itupun bagi
anak-anak sekolah dan mereka yang mengabdi di dunia pendidikan. Pun dengan para
aparatur negara. lalu para profesional dan lain-lainnya bagaimana?
Ketiga, lagu ini
mudah sekali untuk dihapal. Sangat easy
listening. Jika dibanding mars atau hymne dari partai lain yang komposisi
musik dan liriknya tidak semudah Mars Pelindo untuk dihapal. Bahkan beberapa
partai politik saya belum pernah mendengarkan lagu kebesaran mereka. Keempat, saya tidak tahu kapan iklan ini
akan diberhentikan. HT sang pemilik MNC grup tentu tak perlu pusing memikirkan
biaya penayangan iklan politik, pun dengan batasan waktu pemasangan iklan. Kecuali
rezim yang sensitif atas hal tersebut,
dan mulai menggoyahkan penayangan iklan politik Mars Perindo.
Diakui beberapa kali saya juga bersemangat untuk
mendengarkan lagu ini. saya palingkan tubuh saya dari aktivitas lain untuk
menghadap layar televisi dan mengikuti lagu tersebut dengan semangat. Tapi saya
menganggap ini hanya sebagai hiburan saja. Kadang saya lelah, dan kemudian ada senda gurau
politisi yang bisa sedikit mengurangi rasa lelah dan stres, ya saya ikuti saja
lah. Sambil tertawa dalam hati dan membatin “ehalah manusia, memang kau pemain
senda gurau yang hebat”. Tapi ini tidak bisa menghilngkan kekhawatiran saya
terhadap rakyat di negeri ini, yang bisa saja teracuni oleh iklan politik ini.
dan kekhawatiran atas nasib lagu kebangsaan Indonesia Raya yang saya kira mulai
terancam kemapanan dan kesakralannya atas kehadiran iklan ini.
Njuk aku kudu piye yo?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar