Breaking News

Minggu, 11 Desember 2016

Nasionalisme Saya Terusik


Saya adalah seorang yang sangat nasionalis. Saya sangat mencintai negeri ini. saya adalah seorang radikal, saya mencintai negeri ini secara radikal. Kalau dibelah dada saya mungkin bisa ditemukan tulisan NKRI – setelah Allah dan Rasul,Ayah  dan Bunda, dan tentunya Ukhti Sholihah. Ehalah…. Kurang cinta apa lagi coba saya terhadap negeri ini ?

Saya sangat hapal lagu kebangsaan Indonesia Raya. jiwa dan raga ini selalu bergetar jika lagu kebangsaan tersebut dinyanyikan pada upacara, dan acara-acara resmi yang mengawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan. Baru setelah itu ada hymne Gadjah Mada yang selalu membuat jiwa ini bangga dan bergelora, tapi ini penilaian subjektif dari saya. Tapi saya pastikan bahwa setiap anak manusia di negeri ini pasti bergetar jiwanya jika menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Saya akhir-akhir ini agak sedikit religius – bukannya mau riya ya, jadi saya usahakan sholat subuh tepat pada waktunya. Dulu sih sholat subuh ya kalau sudah ada sinar matahari yang menyelinap masuk ke kamar kos lewat kaca jendela dan menyilaukan mata yang masih berat untuk terbuka. selain fadhilah sholat subuh yang sangat besar jika dikerjakan tepat waktu dan berjamaah, manfaat lain saya juga bisa ikut menyanyikan atau paling tidak mendengarkan lagu kebanggaan saya dikumandangkan di seluruh stasiun televisi nasional di negeri ini di pagi hari setelah waktu subuh. Ya, lagu itu adalah Indonesia Raya.  

Tapi beberapa kurun waktu belakangan, ada yang mengusik rasa nasionalisme saya. Saya khawatir lagu Indonesia Raya kebanggaan seluruh rakyat Indonesia ini mulai ada pesaingnya yang mengisi kognisi rakyat Indonesia. Ada satu lagu yang saat ini mulai sedikit banyak dihapal orang. Terutama generasi muda, lebih-lebih para adik-adik yang lucu, yang masih berada di bangku sekolah. Lagu apa itu? dialah Mars Perindo. Sebuah lagu yang saya kira cukup easy listening. Lagu ini adalah semacam kampanye dari partai Perindo. Bukan dalam rangka pemilu, tapi ini adalah kampanye jangka panjang, yang bertujuan mengenalkan dan membangun image partai. Saya takut kalau-kalau nanti lagu ini lebih dihapal, lebih merasuk ke jiwa, lebih mendarah daging, dan akhirnya menyaingi atau bahkan menggeser kemapanan lagu Indonesia Raya.

Kekhawatiran ini bukan tanpa sebab. Ada beberapa hal yang membuat kekhawatiran ini menjadi muncul dan membuat resah rasa nasionalisme saya. Pertama, lagu ini setiap hari dikumandangkan di stasiun televisi milik MNC group, kita tahu ini adalah media milik Hary Tanusudibyo, sang pendiri partai, sekaligus pemeran utama dalam tayangan Mars pelindo. Kedua, lagu ini ditayangkan pada jam-jam dimana orang pasti menyaksikan televisi, yakni setelah subuh, siang hari ketika beristirahat sejenak dari aktivitas pekerjaan, dan sore atau malam hari ketika orang telah lelah beraktivitas. Itulah waktu yang saya kira sangat krusial. Dan saya sudah menyaksikan diketiga waktu itu. coba bandingkan dengan intensitas kita mendengarkan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. mungkin hanya sekali seminggu ketika upacara bendera. Itupun bagi anak-anak sekolah dan mereka yang mengabdi di dunia pendidikan. Pun dengan para aparatur negara. lalu para profesional dan lain-lainnya bagaimana?

Ketiga, lagu ini mudah sekali untuk dihapal. Sangat easy listening. Jika dibanding mars atau hymne dari partai lain yang komposisi musik dan liriknya tidak semudah Mars Pelindo untuk dihapal. Bahkan beberapa partai politik saya belum pernah mendengarkan lagu kebesaran mereka. Keempat, saya tidak tahu kapan iklan ini akan diberhentikan. HT sang pemilik MNC grup tentu tak perlu pusing memikirkan biaya penayangan iklan politik, pun dengan batasan waktu pemasangan iklan. Kecuali rezim yang sensitif atas hal tersebut,  dan mulai menggoyahkan penayangan iklan politik Mars Perindo.  

Diakui beberapa kali saya juga bersemangat untuk mendengarkan lagu ini. saya palingkan tubuh saya dari aktivitas lain untuk menghadap layar televisi dan mengikuti lagu tersebut dengan semangat. Tapi saya menganggap ini hanya sebagai hiburan saja. Kadang  saya lelah, dan kemudian ada senda gurau politisi yang bisa sedikit mengurangi rasa lelah dan stres, ya saya ikuti saja lah. Sambil tertawa dalam hati dan membatin “ehalah manusia, memang kau pemain senda gurau yang hebat”. Tapi ini tidak bisa menghilngkan kekhawatiran saya terhadap rakyat di negeri ini, yang bisa saja teracuni oleh iklan politik ini. dan kekhawatiran atas nasib lagu kebangsaan Indonesia Raya yang saya kira mulai terancam kemapanan dan kesakralannya atas kehadiran iklan ini.

Njuk aku kudu piye yo?    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By