Breaking News

Sabtu, 11 Maret 2017

Nerimo Ing Pandhum



Kita sering kali mendengar pernyataan "yang penting sudah usaha, masalah hasil itu urusan Yang Diatas", atau pernyataan lain yang senada. Bahkan tak jarang mulut kita sendiri pun berujar penyataan tersebut. ketika upaya yang telah kita lakukan dirasa maksimal, maka tinggal menunggu akan hasil yang kadang sesuai dengan harapan, bahkan kadang melebihi ekspektasi. tapi tak jarang pula hasil yang didapat (dirasa) tidak sesuai dengan jerih payah yang kita lakukan. kemudian membuat kita seringkali mengeluh. menyalahkan diri sendiri, kadang menyalahkan oranglain, bahkan lebih parah lagi, menyalahkan Tuhan dengan justifikasi bahwa Ia tidak adil, tidak mengerti upaya keras hambanya. 

dalam falsafah jawa, dikenal istilah nrimo ing pandum. salah satu falsafah yang sampai saat ini masih dipegang erat dalam budaya masyarakat jawa, bahkan mungkin juga masyarakat lain pada umumnya yang terinternalisasi dengan istilah konseptual lainnya yang sepadan dengan istilah nrimo ing pandum. 

Nrimo 
artinya menerima, sedangkan pandum artinya pemberian. Jadi Nrimo ing Pandum memiliki arti menerima segala pemberian pada adanya tanpa menuntut, lebih luas lagi bisa juga berarti ikhlas atas apa yang kita terima dalam kehidupan atau “legowo” dalam menghadapi setiap lika-liku dalam hidup.  Konsep ini menjadi salah satu falsafah Jawa paling populer dimana masih sering digunakan oleh beberapa masyarakat. Pengaplikasian dalam kehidupan sosial “nrimo ing pandum” bisa berarti bermurah hati dengan sesama, dalam ekonomi dapat pula dikatakan sebagai rasa cukup dengan kekayaan yang dimiliki, dan masih bisa lebih luas lagi “nrimo ing pandum” dapat diaplikasikan.

Sebagian ilmuwan sosial menganggap konsep ini sebagai salah satu penyebab rendahnya etos kerja masyarakat Jawa. Sifat masyarakat yang menerima segala sesuatu apa adanya menyebabkan masyarakat tidak memiliki motivasi untuk bekerja.Sehingga masyarakat hanya diam saja menunggu sebuah pemberian tanpa melakukan sebuah usaha.

Asumsi ini muncul mengingat teori-teori Psikologi dewasa ini menjelaskan bahwa setiap tindakan manusia berasal dari kepentingan diri mereka sendiri. Mulai dari pendekatan psikoanalisis yang beranggapan bahwa manusia bertingkah laku karena dorongan dari dalam diri yang disebut Id hingga teori-teori humanistik yang menggambarkan manusia seharusnya menjadi diri sendiri seperti yang individu tersebut inginkan. Bahkan perilaku prososial pun dianggap sebagai upaya pengharapan akan balasan perilaku ynag sama dari orang lain.

Islam mengenal konsep Qadha dan Qadar yaitu adanya ketetapan-ketetapan yang telah diatur oleh Allah SWT. Dalam bahasa mudah dapat kita katakan bahwa di dunia ini ada hal-hal tertentu yang diluar jangkauan kemampuan kita.

Untuk mengatasi masalah tersebut dikenallah konsep tawakal dalam Islam. Tawakal artinya berserah diri terhadap Allah SWT. Sehingga setiap ketetapan yang ada harus kita terima dengan lapang hati karena kita telah menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT. Sekilas konsep ini mirip dengan konsep Nrimo ing Pandum.

tapi agaknya, istilah Qonaah lebih dapat kita padan kan dengan falsafah nerimo ing pandhum

Kita perlu menempatkan istilah nerimo ing pandhum ini dalam konteks yang tepat. kita tempatkan falsafah ini dalam rangka ketika kita telah benar-benar berusaha sekuat tenaga, semaksimal mungkin, titik kulminasi ikhtiar. maka setelah ikhtiar yang telah dilakukan, kita menyerahkan hasil dari jerih payah kita pada yang maha kuasa. ini berarti kita mengakui bahwa ada kekuatan diluar dari kesanggupan manusia yang juga bekerja, atau dimensi transendental.

salah satu falsafah yang juga mungkin bisa kita padankan dengan nerimo ing pandum adalah sebuah kisah dari yunani kuno. Ada manusia dikutuk oleh dewa. dia harus mendorong batu keatas bukit, tapi setiap kali dia mau sampai keatas bukit, dia akan jatuh kebawah lagi, dan dia akan terus mendorong batu itu sampai akhir zaman. dan itulah kutukan manusia. gambaran itu ingin mendeskripsikan, bahwa kita manusia selalu merasa bahwa kita mampu, tapi sebenarnya di titik kita akan sampai di tujuan akhir, kita pasti akan gagal terus. cerita itu bisa dibaca dengan dua cara. cara pertama, kasihan sekali. tapi cara kedua, dan ini yang membuat kita menjadi lebih optimis, bahwa justru itulah yng membut kita menjadi manusia yang sebenarnya. bahwa kita setiap hari berjuang, kita setiap hari berusaha. bahwa tujuan akhir itu hanya satu. kematian itu sendiri.

ini menunjukkan bahwa wilayah manusia adalah wilayah usaha, ikhtiar, perjuangan. wilayah hasil adalah wilayah transendental. tapi untuk tetap membangun optimisme, prinsip "hasil tidak pernah menghianati proses" perlu kita pegang. sehingga dalam penerimaan atas hasil upaya jerih payah kita, tetap terbangun optimisme akan hasil yang maksimal.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By